Senin, 19 November 2012

Si Gedung Vertikal berlandaskan Rob



Rumah Susun Bandarharjo
   Rob di kota Semarang telah menjadi suatu masalah yang sampai sekarang belum dapat ditangani. Masalah yang sangat identik dengan kota ini bahkan telah menjadi pembahasan yang membosankan di masyarakat. masyarakat telah sangat akrab dengan keadaan ini hingga hal ini dianggap lumrah terjadi. wajar saja memang pada tahun 1600-an kota Semarang memiliki garis pantai di Tanah Putih, suatu kawasan di bagian semarang Selatan dan suatu saat keadaan ini akan kembali lagi. namun pembangunan yang telah ada di bagian utara tidak bisa diabaikan saja, perlu adanya penangan khusus untuk bagian utara kota Semarang tersebut.

     Beberapa solusi yang pernah di plor kan oleh beberapa kalangan adalah pengurangan pembagunan ruang terbangun yang memberatkan lahan rob, adanya pemecah gelombang, sampai pada teknik penguatan pondasi lahan yaitu Grouting. namun belum ada implementasi dan tindakan nyata dari pemerintah sampai saat ini. pemerintah hanya bisa mengontrol yang telah ada dengan terbentuknya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Semarang 2010-2030.

    Kelurahan bandarharjo merupakan merupakan bagian dari kecamatan Semarang utara yang memang sebagian besar wilayahnya termasuk pada kawasan Rob termasuk Kelurahan ini. selain masalah Rob, permasalahan pencemaran lingkungan juga terjadi karena lokasi yang sangat berdekatan dengan sentra pengasapan Ikan bandarharjo. Di kelurahan ini lah berdiri 3 bangunan Rumah Susun yang diselenggarakan oleh Pemerintah kota Semarang sendiri. maksud dari pembangunan ini adalah sebuah solusi untuk menampung masyarakat di sekitar tanjung mas yang dimana tanjung merupakan wilayah terparah akibat efek Rob. namun hal ini justru akan menimbulkan masalah baru secara penempatan alokasi rumah susun yang tidak tepat.

Kondisi Drainase
Genangan Air akibat Rob




    







 Bangunan Vertikal ini telah berdiri kokoh sejak tahun 1995 di bawah pondasi rob yang terus mengancam. setiap tahunnya bangunan ini selalu menghadapi masalah yang sama yaitu Banjir Rob yang terus menggenang hingga setinggi 20 cm dan terus bertambah 20 cm setiap tahunnya dan masyarakat terus meninggikan lantai bangunannya setinggi 20 cm setiap tahunnya. sampai pada akhirnya saat ini, lantai 1 untuk fungsi ruko telah banyak ditinggalkan oleh pemiliknya. jarak antara lantai hingga bagian atas bangunan berkisar sekitar 170 cm. untuk memasuki ruko tersebutpun beberapa harus menunduk. ditambah lagi efek dari rob adalah kerusakan lingkungan disana. kondisi drainase yang buruk memperparah keadaan sehingga terjadi genangan air di beberapa titik rusun tersebut. dan prasarana pemenuhan kebutuhan air dengan sumur artetis melengkapi kehancuran dari rumah susun ini, hal ini akan membuat penurunan permukaan tanah sekitar rusun yang berbeban sangat berat ini semakin cepat.

      Pembagunan ini mungkin menjadi dilema sendiri bagi masyarakat yang harus memfokuskan pada aspek lingkungan atau Ekonomi. karena sebagian masyarakat penghuni Rusun adalah masyarakat korban Rob tanjung mas yang sangat erat kaitannya dengan Pasar Johar yang dekat dengan wilayah tanjung mas dan kelurahan Bandarharjo. masyarakat rusun sebagian besar adalah buruh dan pedagang di Pasar Johar. jadi mereka sangat sulit untuk terpisah dengan pasar tersebut. hal ini mungkin menjadi alasan bagi pemerintah kota semarang untuk mendirikan rusun yang tidak terlalu jauh dari pusat aktivitas masyarakat rusun tersebut. namun hal ini merupakan sebuah kebijakan yang salah dan akan berdampak lebih luas lagi.

      Masyarakat rumah susun bandarharjo sebagian besar tergolong masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). mereka terpaksa harus tetap berada di rumah susun tersebut karena kondisi ekonomi mereka yang tidak memungkinkan. memang harga sewa untuk rumah disana hanya berkisar Rp.70.000 sampai Rp.120.000. namun kondisi fasilitas disini semakin tidak layak untuk digunakan. mulai dari beberapa genteng yang rusak, mesin pompa air yang rusak, kondisi persampahan yang tidak terlayani, dan lain sebagainya. untuk fungsi manajemen rumah susun dari pemerintah pun juga buruk. biasanya mereka setiap bulan ditarik biaya sewa rumah susun, namun sempat berhenti jangka waktu lama hingga beberapa masyarakat tidak membayar uang sewa hingga 2 tahun lamanya. namun saat ini mulai aktif kembali dengan kondisi fasilitas yang tetap sama buruknya.

     Ketua Jurusan Perencanaan wilayah dan Kota universita Diponegoro, Dr. -ing. Asnawi, ST mengatakan bahwa ini merupakan sebuah kebijakan yang salah dan JPWK pernah memperingatkan hal ini. namun ternyata pemerintah tetap melanjutkan berdirinya bangunan ini. Ia pun terkejut akan berita berdirinya Rumah susun ini setelah mendapatkan kabar dari Mahasiswanya sendiri dan itupun baru diketahuinya pada tahun 2012. dan mungkin akan sulit menemukan solusi terdepan atas masalah yang terjadi ini. ini menambah dramatisnya bencana Rob di kota Semarang sendiri dan mempercepat prediksi para ahli bahwa garis pantai kota semarang akan berada di kawasan tugu muda sekitar 20 tahun lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar